Innovation distinguishes between a leader and a follower. - Steve Jobbs

Senin, 28 Juni 2010

Harry Potter, The life after wizarding war II

I just wanna say that I love Harry Potter so much, especially the novels. So, I just encouraged my self to write this FanFiction.. I own all of this. I hope you enjoy it! Salute for J.K. Rowling..

 Part I

Hari itu di sore hari pada awal bulan Mei, ruang rekreasi Gryffindor terasa sepi sekali dimana semua murid lainnya berada di luar untuk menyaksikan para guru dan anggota orde membangun kembali bagian-bagian kastil yang roboh menggunakan mantra-mantra rumit yang membuat serpihan pasir kembali menjadi bata dan direkatkan di dinding meggunakan mantra perekat-sempurna. Duduk sendirian di ambang jendela dengan dahi menyentuh kacanya, duduklah Harry Potter, Sang Terpilih, Anak Laki-laki yang Bertahan Hidup. Di luar jendela di pondok Hagrid, Harry menyaksikan Grawp yang sedang membantu Hagrid memindahkan jenazah-jenazah para Pelahap Maut ke tepi danau.

Hari itu hari kelima di bulan Mei, sehari setelah berakhirnya Perang Dunia Sihir II. Sekolah penuh oleh sisa-sisa para pejuang, yang diantaranya adalah murid-murid yang sudah memilih tinggal untuk bertempur, para guru, para anggota Orde, para pemilik toko di Hogsmeade, dan banyak lagi. Murid-murid yang lebih muda yang pada saat pertempuran sudah dievakuasi, pulang dengan kereta api King's Cross esok paginya. Harry menghabiskan tiga hari sebelumnya dengan menceritakan kisah selengkapnya bagaimana dia berhasil selamat dari Kutukan-Maut yang dilemparkan oleh Voldemort kepadanya di Hutan Terlarang dan kisah sebenarnya tentang Severus Snape. Harry tak hentinya merasa mual saat menceritakan tentang mantan guru ramuannya tersebut, dikarenakan oleh perutnya yang tiba-tiba selalu dipenuhi gejolak rasa terima kasih dan luapan rasa sayang yang mendalam, hampir sama seperti dia menyayangi orangtuanya dan Dumbledore.

Harry melirik sekilas ke ruang berbentuk bundar tersebut, Ron dan Hermione sedang duduk berdua di sofa empuk favorit mereka, yag paling dekat dengan perapian, saling merangkul, Hermione sedang membaca buku dengan pandangan tersipu dan Ron hanya menghabiskan waktu dengan memandangi Hermione seakan dia perhiasan buatan-goblin yang sangat indah.

"Ron, masih banyak hal berguna untuk dilakukan!", bentak Hermione, "Kau bisa membantu memperbaiki kastil, oh ayolah Ronald hentikan!", lanjut Hermione yang hanya dibalas oleh Ron dengan senyum tololnya yang biasa. Harry tertawa, dan tawanya membuat ekspresi muka Hermione semakin masam. "Kau juga, Harry, daripada hanya menggosok-gosok dahimu dan tersenyum, lebih baik kau juga ikut membantu!", bentak Hermione lagi. Harry tercenung oleh fakta bahwa dia baru menyadari bahwa dia sering menggosok dahinya. Baru sekarang setelah Voldemort mati, dia merasa lebih ringan dan sadar bahwa betapa dulu dia sangat terbebani oleh bekas luka tersebut.

Sehari setelah pertempuran, aula besar padat dipenuhi oleh para penyihir dari luar negeri untuk melihat kejatuhan Pangeran Kegelapan, mereka menyalami Harry dan mengucapkan berjuta terima kasih, berfoto, dan bahkan ada yang sampai meminta Harry menandatangani jubah mereka. Terlepas dari para pendatang Harry bergegas mehuju meja Gryffindor yang padat ole murid-murid dan keluarga mereka yang memutuskan untuk tinggal dan menbantu memperbaiki kastil. Harry berjalan ke ujung meja tempat Keluarga Weasley sarapan. Mereka semua menengadah melihat Harry datang. Mereka terlihat bahagia, Mr Weasley bangkit dari kursi dan menghampiri Harry yang masih berdiri. "Kau hebat sekali, Nak", katanya. Harry tidak tahu harus berkata apa, dia memandang ke semua anggota keluarga tersebut, mereka semua terlihat benar-benar bahagia, walaupun semua mata mereka membengkak menangisi atas kehilangan Fred. Tetapi, mereka semua tetap tersenyum untuk menjaga agar Harry tidak merasa bersalah.

Later on, keep on tracking guys....

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More